Nama : Wahyudi
Nim :
06041281320005
Mata Kuliah : Sejarah
Perekonomian
Pembimbing : Dr. Farida
M.Si
Cerita dibalik sebuah perjalanan
Pada bulan februari 20015 ini kami dari program studi sejarah
ditugaskan untuk melakukan penelitian terhadap kapal-kapal yang digunakan oleh
penduduk Palembang dan Sumatera Selatan. Kami diberikan kebebasan untuk memilih
kelompok ataupun partner sendiri untuk menyelesaikan tugas ini. Pembagian
kelompok ini dilakukan dengan jumlah yang bebas. Pada mulanya saya memilih
Wendi Alni.S, Wahyu, Jara S, Raden Syarif dan Pandu Wiranata, namun Wendi
akhirnya memilih bergabung dengan kelompok lain sehingga dalam kelompok saya
terdiri dari Wahyu Jara Sitompul, Raden Syarif, dan Pandu Wiranata. Pada saat
itu kami belum mengfixkan kapan kita melakuakan penelitian untuk tugas ini
karena perbedaan kesibukan. Akhirnya kelompok kami ini belum melakukan
penelitian hingga minggu pertama sejak tugas ini diberikan.
Ditengah kebingungan saya mengingat hampir semua kelompok saat itu
sudah melakuan enelitian terhadap objek kajiannya masing-masing. Bahkan dari
kelompok saya untuk kapal yang akan dibahas juga belum diketahui. Karenanya
saya mencoba searching di google mengenai kapal-kapal apa saja yang ada di
provinsi sumatera selatan. Hasil yang keluarpun banyak sekali, namun belum ada
yang benar-benar menarik hatiku untuk menelitinya.
Beberapa waktu kemudian, saya dan beberapa kawan adik-adik ikatan
mahasiswa belitang akan mengadakan syuro untuk membahas rihlah bareng pada
tanggal 15 maret 2015. Pembahasan ini
begitu panjang dan akhirnya disepakati bahwa kita akan mengadakan rihlah ke
taman al-quran dan juga pulau kemarau. Untuk tugas penelitian pun belum juga
mendapatkan ide apa yang akan saya dan kawan-kawan garap untuk tugas ini.
Saat yang kami tunggu tiba, pada tanggal 15 februari 2015 kami,
semua anggota dari ikatan mahasiswa belitang kabupaten oku timur melakukan
perjalanan rihlah yang direncanakan. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah
monpera. Disana kami dari ikatan mahasiswa belitang komisariat palembang
menunggu anak-anak dari ikatan mahasiswa belitang inderalaya sambil numpang
eksis di depan patung monpera.
Singkat cerita setelah anak-anak inderalaya datang, perjalanan
pertama pun dilakukan. Kami menuju ke gandus untuk melihat salah satu tempat
wisata di Palembang ini. Sebuah tempat penyimpanan al-quran ukir terbesar ini.
Sebuah taman yang didirikan oleh ust. Opat atau H. Sofwantillah.
Setelah puas di taman al-quran kami pun melanjutkan perjalanan ke
pulau kemarau. Dalam perjalanan ini terjadi hal yang sangat seru, karena pada
saat kami mau berangkat dan memesan kapal, terjadi hal-hal yang sangat
alot,mengenai harga untuk perjalanan ini. Yang pada akhirnya kami sepakati
untuk harga sekali trip pulang perg dengan harga sepermpat juta. Setelah
menyepakati harga, kamipun mulai menaiki kapal itu, satu demi satu kami menaiki
kapal itu.
Aku meliahat-lihat bagian dalam kapal, begitu banyaknya angghgota
imb yang ikut serta membuat ku memilih tempat dibagian ujung belakang kapal.
Sambil melihat bagaimana sopir bekerja aku pun mulai mendapatkan ide mengapa
tidak kapal ini aja yang diteliti? Aku pun segera mengatur siasat untuk melakukan
wawancara kepada bapak sopir kapal ini. Pada perjalanan berangkat menuju pulau
kemarau aku duduk dibelakang sambil melihat pemandangan yang belum aku lihat
didaerah ku, selain juga sambil memikirkan pertanyaan apa yang aku ajukan.
Pada sesi perjalanan berangkat ini aku meneliti bagian dalam kapal
itu, dari depan hingga belakang yang memang berukuran cukup besar ini, bahkan
kapal ini dapat menampung jumlah anggota kami yang mengikuti agenda rihlah ini
yang jumlahnya sekitar 27 orang. Bahkan masih ada sisa tempat duduk yang bisa
digunakan. Untuk satu tempat duduk, dapat ditempati sekitar 5-6 orang dan
jumlahnya ke belakang berjumlah sekitar 7-8 tempat duduk.
Pada saat aku duduk dibelakang saya dan kawan senior dari palembang
mengerjai adik tingkat, saat itu aku dan kawanku mengatakan bahwa air musi itu
asin, berdebat cukup panjang maka saya menyuruh adik tingkat tersebut untuk
mencicipi air tersebut, dijilatnya air itu. Kebersamaan dan kekeluargaan inilah
suasana yang merupakan suasana sebuah keluarga besar.
Dalam perjalanan ke pulau kemarau banyak hal yang dapat kami
dapatkan, sebagai sebuah ibroh dari perjalanan ini. Banyak pemandangan dan
hal-hal unik kami dapatkan. Dalam perjalanan ini saya melihat sebuah tempat
dimana disana banyak terdapat kaum chines disana, di depan sebuah dermaga yang
memang ditempat itu merupakan sebuah tempat peribadatan umat konghuchu.
Selain pemandangan-pemandangan itu, saya dan kawan yang lain pun
melihat pemandangan yang unik dimana terdapat sebuah rumah yang berdiri diatas
air, yang juga tempat untuk menjual bahan bakar ditengah sungai musi ini. Hal
unik lainnya yang dapat saya lihat adalah sebuah bangunan tua namun saya lupa
tahun berapa bangunan ini didirikan, yang jelas dibawah tahun 1945, artinya
merupakan sebuah bangunan bersejarah.
Sangat menarik memang, kota Palembang yang jika sekilas dilihat
memang terasa biasa saja, namun jika ditelusuri lebih jauh menyimpan sesuatu
yang lebih. Banyak hal yang dapat saya ambil dalam perjalanan rihlah ini. Ketika
perahu yang kami tumpangi sampai pada sebuah tempat, dimana disana banyak
terdapat kotak-kotak besar. Di tempat tersebut sangat ramai, banyak kapal
berlabuh disana. Ketika aku bertanya kepada kawanku itulah yang dikenal dengan
nama boom baru.
Perahu yang kami tumpangi ini berjalan sangat lambat, dengan
kecepatan sekitar 20 km/h. Hal yang sangat menghebohkan didalam kapal adalah
ketika kapal yang kami tumpangi berjumpa atau berpapasan dengan perahu speed
yang cepat, karena saat itu kapal kami akan oleng ke kiri dan ke kanan,
terombang-ambing. Hal inilah yang memberikan sesuatu yang seru karena air
sewaktu-waktu dapat menyiprat ke atas perahu melalui celah-celah kapal kami,
semua pun menjerit heboh saat kapal kami ini oleng. Beberapa dari kami pun
basah akibat cipratan air sungai yang masuk melalui celah-celah perahu.
Singkat cerita, perahu kami pun sampai di pulau kkemarau. Meskipun
demikian, agaknya saya merasa kecewa ketika sampai di pulau kemarau. Karena tak
banyak hal yang menarik disini. Sebuah tempat yang penuh mitologi. Hanya
beberapa dari kami berpoto didepan patung-patung berhala yang ada disitu.
Berkeliling, dan melihat-lihat pulau tersebut.
Beberapa menit disana aku mersa bosan, karena pada waktu kami
datang ke tempat itu, adalah saat-saat menjelang tahun baru cina. Akhirnya
akupun duduk berbincang-bincang dengan seorang penjual minuman yang berjualan
di belakang kuil, seorang pria tua dengan kepala yang tak berambut. Aku menjadi
tertarik berbincang-bincang dengan bapak tua tersebuat, meskipun agak sulit
berkomunikasi dengannya akibat pendengarannya yang mulai terganggu karena
termakan usia. Berdasarkan info darinya, beliau sudah lama berjualan disana.
Rumahnya pun berada disekitar pulau tersebuat. Menurutnya pulau tersebut
didirikan oleh orang cina sebagai tempat beribadah. Beberapa masa saya
berbincang dengan bapak tadi hujan pun mulai mengguyur, kami pun segera degan
berbondong-bondong lari, dan akhirnya berteduh dibawah pagoda. Disana kami
bercengkerama bersama kelarga besar imb.
Setelah hujan reda, kami pun berangkat untuk pulang menuju ke
tempat dimana kami berangkat. Pada perjalanan pulang inisaya mengambil spot
duduk di bagian depan, disebelah sopir kapal tersebut. Dalam perjalaan
tersebuat aku tanpa sengaja mengajukan beberapa pertanyaan. Mulai dari keluarganya,
kini aku tau bahwa beliau tinggal didaerah sekitaran kampung kapitan. Kemudian
aku juga tak ketinggalan bertanya mengenai kapal yang di pakai untuk mencari
nafkah. Bahkan dalam pembicaraan saya dengan sopir kapal tersebut juga banyak
menyinggung mengenai masalah politik, terutama masa pemerintahan jokowi dan
harnojoyo. Selain juga kami menyinggung masalah kesulitan yang dihadapi masa
kini berupa sulitnya lapangan kerja, bahan bakar yang naik juga biaya
pendidikan yang dirasakan nya cukup mahal, maklum beliau ini merupakan seorang
bapak yang harus membiayai dua orang anaknya untuk bersekolah. Tak jarang pula
kami berkelakar hingga menjadi pusat perhatian dari kawan-kawan yang lain.
Dalam pembicaraan kami, terlintas bapak tersebut mengatakan keluh
kesahnya, dimana salahsatunya adalah mengenai keponakannya yang merupakan
sebuah sarjana fakultas kip, namun saya lupa dari kampus mana yang saat ini
bekerja sebagai guru honor dengan gaji yang kecil. Selain itu juga beliau
bercerita mengenai anak pertamanya yang sudah tidak melanjutkan sekolah lagi
dan seakarang bekerja sebagai buruh dipasar diseberang ulu.
Tak terasa kami pun sampai pada tempat dimana kami berangkat yaitu
di depan benteng kuto besak. Kami pun turun dari kapal tersebut, dan berfoto
bareng, lalu dilanjutkan dengan solat bersama di mushola. Penelitian saya hari
itu pun selesai dengan hal yang sangat melegakan.
Pada tanggal 24 februari saya dan Wahyu ditemani oleh Wendi A.S,
Masrullahushomad, Arif P, dan kak Haris kembali melakukan observasi lanjutan
mengenai kapal ini. Kali ini wahyu lebih dominan dalam melakukan
pertanyaan-pertanyaan. Perjalanan ini pun juga melalui rute yang sama, dnegan
proses serupa yaitu masalah harga yang alot. Pada hari iini kami memilih kapal
yang lebih kecil namun serupa dengan yang waktu penelitian pertama.
Pada perjalanan ini bunyi kapal ini begitu bising, ditambah air
sungai yang sedang tinggi, serta ditambah dengan bau yang sangat menyengat saat
melewati PT. Pusri. Begitu menyengatnya bahkan sampai begitu menusuk hidung.
Sesampainya di pulau kemarau tak banyak yang dapat dilakukan bahkan kami
melihat seorang yang berkelahi dengan salah seorang petugas pulau kemarau yang
saya pun tak tau dengan jelas apa yang mereka ribbutkan itu. Hingga membuat apa
saaat disana kami pun pergi pulanmg ke tempat semula.
Beberapa waktu kemudian kami pun pergi keluar pagar dari pulau kemarau, disana kami mendekati sopir
kapal dan lebih memilih duduk bersama sopir kapal di dermaga. Dari pembicaraan
yang kami lakukan ini saya mengetahui beberapa hal yang salah satunya adalah
bahwa kapal ini menggunakan kayu meranti. Sumber yang lain juga sama mengatakan
bahwa kebanyakan perahu di musi ini menggunakan jenis kayu ini yang memang
dikenal kuat.
Setelah cukup lama kami berbicara ngalor ngidul akhirnya kami pun
memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanann ini seperti biasa kak aris agak
kesulitan menaik kapal, bahkan hampir saja beliau jatuh terpeleset. Selama
perjalanan pulang ini tak banyak hal istimewa yamng aku dapatkan mengingat
perjalanan ini sudah empat kali ini melakukan trip dengan rute yang sama.
Inilah pengalaman yang kami alami, perjalanan yang penuh makna.
Saya masih menunggu dari kelompok saya untuk kembali melakukan penelitian
dengan rute yang berbeda. Namun dari kawan-kwan yang lain sepertinya masih
memiliki kesibukan yang penting. Hal ini menjadikan niat saya untuk kembali
melakukan penelitian menjadi terhambat karena biaya yang diperlukan sangat
besar jika dilakukan secara individu.




